Langsung ke konten utama

Bersyukur


            Bersyukur adalah salah satu cara yang paling baik untuk menikmati setiap hal yang kita lakukan. Dengan bersyukur berarti kita telah menerima dan berlapang dada dengan apa yang ada pada diri kita tanpa mengurangi rasa senang terhadap hal tersebut. Akan tetapi, pertanyaannya adalah “Kapan saat kita bersyukur dan menerima dengan ikhlas?”
            Kita sering merasa tidak puas, lelah, bahkan merasa bahwa kehidupan ini tidak adil untuk dijalani saat keinginan kita tidak sejalan dengan kenyataan. Akan tetapi, malam ini sebuah pelajaran kecil datang menghampiri Saya. Sebuah tamparan untuk kesekian kalinya. Betapa Saya masih sangat dan harus bersyukur dengan apa yang sedang Saya jalani.
            Sore hari menjelang maghrib, Saya masih berada didalam kampus dikarenakan hujan yang mengguyuri kota Bogor belum juga reda. Rasa letih sudah tidak bisa ditahan lagi, tubuh ini benar-benar membutuhkan  istirahat. Saya putuskan untuk memanggil ojek payung yang ada di halaman depan kampus. Rasa terkejut menghampiri ketika yang datang kepada Saya adalah seorang anak kecil tanpa alas kaki dan dalam keadaan menggigil  menawarkan payung.
“Payung, Teh? Mau kemana Teteh pulang?”
“Ke arah Paledang, Dik. Kamu anter Teteh sampe kost yah.”
“Saya sih bisa anter. Tapi Teteh yakin ga mau naik angkot?”
“Enggak, percuma juga naik angkot.”
            Kami berdua berjalan beriringan. Sesekali Saya melihat dia menggigil kedinginan akibat tidak mengenakan alas kaki. Ah, alangkah dinginnya keadaan malam ini apabila tidak mengenakan alas kaki pikirku. Aku mencoba bertanya kepada malaikat kecil itu.
“Dik, Kamu kelas berapa? Masih sekolah?”
“Saya masih SD, Teh. Kelas tiga.”
“Kamu kenapa masih keluyuran? Ga belajar?”
“Buat masak nasi dirumah, Teh. Besok Saya ulangan”
            Ya Tuhan, pilu sekali hatiku mendengarnya. Bagaimana bisa anak sekecil ini berada diluar hanya untuk mencari nafkah padahal besok Dia akan menghadapi ujian. Dia yang seharusnya bisa bermain dan belajar tanpa harus memikirkan tekanan untuk mencari sesuap nasi. Tak ada raut penyesalan atau rasa tidak ikhlas yang terucap dari bibirnya ketika mengatakan itu semua. Saya merasa disindir secara halus melalui kejadian ini. Rasa penyesalan dan malu menyergap diriku. Bagaimana bisa Saya mengeluh dengan kehidupan Saya sekarang? Tugas yang menumpuk, pulang kuliah hingga malam, kurang beristirahat. Saya rasa tidak sebanding dengan apa yang dihadapi oleh anak kecil tadi.
            Saya kembali merenung. Pelajaran yang didapat hari ini Saya temukan dari seorang malaikat kecil yang begitu bersih hatinya menerima kenyataan yang ada dikehidupannya. Dia masih bisa bersyukur ditengah pahitnya hidup yang dialami tanpa berkeluh kesah sedikitpun. Sebuah pelajaran bagaimana cara untuk bersyukur dikala yang lain mengeluh, bangkit dikala yang lain terjatuh, serta tersenyum dikala dunia memberikan berjuta alasan untuk menangis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Negara Kerajaan di Tahun 2045

Sekarang bulan Agustus 2045, seluruh warga kerajaan sedang mempersiapkan hari Kemerdekaannya yang ke 100 Tahun, sekaligus memperingati kemerdekaan atas runtuhnya sistem republik di tahun 2019. Setelah Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan sekarang Kerajaan. Namun tidak seperti Kerajaan jaman pra kemerdekaan 1945. Ya! Sistem republik telah runtuh di tahun 2019 oleh sebuah Gerakan Islam Bersatu yang telah memenangkan pemilu pada tahun tersebut secara mutlak. Mereka menguasai parlemen yang diisi oleh para Kyai, Ustad, Habib dan Ulama serta Cendekiawan Muslim. Mereka menunjuk pimpinan mereka Syeh Abdullah Bin Didik Haryanto sebagai Raja menggantikan Presiden saat itu. sampai dengan sekarang. Kemudian Sang Raja bergelar Sultan Abdullah menunjuk seorang Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan, Syeh Syahid Bin Abdul Ghofir tentunya atas persetujuan parlemen dan dituangkan dalam Fatwa Kerajaan No. 004/2019 (Dulu Undang-undang; red). Pemerintahan kerajaan mengganti Undang-undang Dasar

Are You ? For You CPR.

You give everything, when you give You lose yourself, when you love Young girl, nature woman and still a child that is you, you, only you When your hand strikes me and I feel your warmth then I know what happens it will be good so are you, you, only you And when I leave, only a part of me leaves and you leave, your warmth stays here and when I cry, then only a part of me cries and the other laughs with you You ask often a lot from me but I feel the strength in you and know, you never ask more than you give so are you, you, only you you say always what you think and the love, that you give is so tender, so good, and so deep just like you, you, only you And when I leave, only a part of me leaves and you leave, your warmth stays here and when I sleep, then only a part of me sleeps the other dreams with you And when I leave, only a part of me leaves and you leave, your warmth stays here and when I sleep, then only a part of me sleeps the other dreams with you And when I die,

Pengorbanan Untuk Meraih Kebahagiaan

Perhatikan bagaimana al Quran membimbing kita melihat masalah, seperti yang disebutkan dalam surat al Baqarah ayat 216, 'Boleh jadi engkau membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi engkau menyenangi sesuatu padahal ia buruk bagimu. Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui (Q/2:216). Renungkan pula bagaimana proses yang mengantar kita pada kebahagiaan, ternyata di sana ada pengorbanan. Kemerdekaan suatu bangsa juga harus didukung oleh pengorbanan sebagian dari warganya, yakni dengan gugurnya para pahlawan di medan perang. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap pribadi harus bersedia berkorban demi kebahagiaan bersama. Pengorbanan, sifat mengalah harus selalu ada pada diri kita demi mewujudnya kebahagiaan yang hakiki. Suatu bahaya yang mencekam ternyata melahirkan kebahagiaan berupa munculnya orang-orang pemberani yang berhasil mengusir bahaya itu. Pengalaman menderita sakit parah ternyata bisa mendatangkan rasa kebahagiaan, yakni ketika merasakan betapa nikmatnya